Efek Samping Pewarna Buatan Pada Manusia
Makanan olahan seperti kue, permen, minuman
suplemen, dan es krim cenderung mengandung kadar pewarna tambahan (aditif) yang
tinggi. Pewarna tambahan, baik alami maupun buatan, digunakan dalam industri
makanan karena berbagai alasan, di antaranya untuk :
- · mengimbangi pemudaran warna karena paparan cahaya, udara, perubahan suhu dan kelembababn
- memperbaiki variasi warna
- menguatkan warna yang terjadi secara alami
- mewarnai bahan makanan yang tak berwarna
- membuat makanan lebih menarik sehingga
mengundang selera
Beberapa studi ilmiah telah mengaitkan penggunaan
pewarna buatan dengan hiperaktivitas pada anak-anak. Hiperaktivitas adalah
suatu kondisi di mana anak mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian dan
mengontrol perilaku mereka.
Pada bulan November 2007, sebuah hasil penelitian
yang diterbitkan di jurnal medis terkemuka Lancet mengungkapkan bahwa beberapa
zat pewarna makanan meningkatkan tingkat hiperaktivitas anak-anak usia 3-9
tahun. Anak-anak yang mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna buatan itu selama bertahun-tahun lebih berisiko
menunjukkan tanda-tanda hiperaktif. Selain risiko hiperaktif, sekelompok sangat
kecil dari populasi anak (sekitar 0,1%) juga mengalami efek samping lain
seperti: ruam, mual, asma, pusing dan pingsan.
Berikut adalah beberapa jenis pewarna buatan yang
populer dan efek samping yang ditimbulkan:
1. Tartrazine
(E102 atau Yellow 5)
Tartrazine adalah pewarna kuning yang banyak
digunakan dalam makanan dan obat-obatan. Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas
anak, pada sekitar 1- 10 dari sepuluh ribu orang , tartrazine menimbulkan efek
samping langsung seperti urtikaria (ruam kulit), rinitis (hidung meler), asma,
purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock). Intoleransi ini
tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang yang sensitif terhadap
aspirin.
2. Sunset
Yellow (E110, Orange Yellow S atau Yellow 6)
Sunset Yellow adalah pewarna yang dapat ditemukan
dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman
soda dan banyak obat-obatan. Untuk sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna
aditif ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit
perut, mual, dan muntah.
Dalam beberapa penelitian ilmiah, zat ini telah
dihubungkan dengan peningkatan kejadian tumor pada hewan dan kerusakan
kromosom, namun kadar konsumsi zat ini dalam studi tersebut jauh lebih tinggi
dari yang dikonsumsi manusia. Kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak
menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka pendek dan jangka
panjang karena konsumsi Sunset Yellow.
3. Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)
Ponceau 4R adalah pewarna merah hati yang digunakan
dalam berbagai produk, termasuk selai, kue, agar-agar dan minuman ringan.
Selain berpotensi memicu hiperaktivitas pada anak, Ponceau 4R dianggap
karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat,
Norwegia, dan Finlandia. US Food and Drug Administration (FDA) sejak tahun 2000
telah menyita permen dan makanan buatan Cina yang mengandung Ponceau 4R.
Pewarna aditif ini juga dapat meningkatkan serapan aluminium sehingga melebihi
batas toleransi.
4.
Allura Red (E129)
Allura Red adalah pewarna sintetis merah jingga yang
banyak digunakan pada permen dan minuman. Allura Red sudah dilarang di banyak negara
lain, termasuk Belgia, Perancis, Jerman, Swedia, Austria dan Norwegia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa reaksi
hipersensitivitas terjadi pada 15% orang yang mengkonsumsi Allura Red. Dalam
studi itu, 52 peserta yang telah menderita gatal-gatal atau ruam kulit selama
empat minggu atau lebih diikutkan dalam program diet yang sama sekali tidak
mengandung Allura Red dan makanan lain yang diketahui dapat menyebabkan ruam
atau gatal-gatal. Setelah tiga minggu tidak ada gejala, para peserta kembali
diberi makanan yang mengandung Allura Red dan dimonitor. Dari pengujian itu,
15% kembali menunjukkan gejala ruam atau gatal-gatal.
5.
Quinoline Yellow (E104)
Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk
seperti es krim dan minuman energi. Zat ini sudah dilarang di banyak negara
termasuk Australia, Amerika, Jepang dan Norwegia karena dianggap meningkatkan
risiko hiperaktivitas dan serangan asma.